SYAFIRA AYU LARASATI
GEGURITAN
Syafira Ayu Larasati
2411347014
Pengertian
Geguritan dalam bahasa Jawa artinya adalah puisi. Dengan kata lain merupakan sebuah karya sastra atau karya tulis yang mengutamakan keindahan bahasa dalam penggunaannya.
Contoh
(1)
Pangarep
Wulan nuduhake pesonane
Angin sumilir ing sukma
Wengi kang ayem tentrem
Awakku ilang ing pangarep
Ngentosi lintang nyinari cahayane
Ngarep cahyane nyinari awakku
Gusti
Kula mpun usaha
Gusti
Sepira padhange cahya kuwi
Kula janji bakal balik ing sisiMu
(Bulan memamerkan pesonanya
Angin berhembus menembus sukma
Malam begitu tenang
Aku larut dalam harapan
Menunggu bintang memancarkan cahayanya
Berharap cahayanya terpancar untukku
Tuhan
Aku sudah berusaha
Tuhan
Seberapa terangnya cahaya itu
Aku berjanji akan ku kembalikan padaMu)
(2)
Arane Urip
Angin wengi pating sumilir
Banyu anget dadi atis
Urip sepisan ora ati-ati
Urip pindo iku ora mungkin
(Angin malam bertiup-tiup
Air hangat menjadi dingin
Hidup sekali tidak berhati-hati
Hidup dua kali itu tidak mungkin)
PUISI MODERN
Rasa
Bagaimana?
Bagaimana perjalananmu?
Bagaimana kabar dirimu?
Bagaimana hari-harimu?
Dan bagaimana air matamu?
Masihkah menetes saat mendengar rintik hujan?
Masihkah menetes saat melihat luasnya lautan?
Masihkah menetes saat kau marah?
Masihkah menetes saat kau terluka?
Hujan tidak pernah memarahimu lagi
Laut berjanji tidak akan menakutimu lagi
Jadi kau tak perlu takut lagi pada rintik hujan
Dan kau tak perlu takut lagi pada luasnya lautan
Lebih baik kau menangis saat kau marah
Dibanding kau mencaci-maki orang-orang
Tak salah jika kau menangis dalam rasa sakit
Biarkan air mata mengalir membasuh kesengsaraan
CERPEN
Sophia
“Brukk” Sophia kecil terjatuh saat mencoba melewati pagar dengan cara memanjatnya. Hai, aku Marlow. Aku seekor kucing peliharaan gadis kecil itu, Sophia. Entah kenapa Sophia selalu ingin keluar dari kastil. Padahal di sana ada tempat tidur yang nyaman, makanan enak, dan kami bisa bermain di taman yang luas sepanjang hari. Mungkin dia ingin pergi berjalan-jalan diluar kastil. Sejak dia lahir, dia tidak pernah diizinkan melihat dunia luar. Tentu saja, di luar itu sangat menyeramkan dan berbahaya. Tapi, bagaimanapun juga aku akan selalu mengikuti Sophia kemanapun dia pergi, sekalipun dia pergi ke tempat yang berbahaya. Oh, benar, dia baru saja terjatuh dari pagar dan dia terluka. Tapi, kenapa dia tidak menangis? Jika aku jadi dia, aku akan menangis dan menjerit sesakitan. Gadis itu memang pandai menyembunyikan rasa sakitnya. Lihat lah, bahkan dia masih bisa tersenyum. Aku? Oh, aku baik-baik saja. Aku ini seekor kucing, mereka bilang kami punya 9 nyawa, menakjubkan.
“Marlow, ayo cepat!”
Hah? Apa? Mengapa dia tiba-tiba berlari? Aku mengikuti Sophia yang berlari kencang ke arah pedesaan. Tapi, itu bukanlah sebuah pedesaan biasa. Dia tidak sadar bahwa dia berlari ke Ghoseus, sebuah desa yang ditinggali para raksasa. Semuanya benar-benar besar dan menyeramkan. Bagaimana jika kita menjadi santapan mereka? Atau dijadikan pajangan dinding? Atau bahkan kita bisa terinjak oleh mereka. “Lihat, Marlow! Mereka menyapa kita”. Salah satu raksasa menyapa kami berdua dan dia mendekat ke arah Sophia. Tanpa ragu aku langsung menegakkan bulu-buluku dan menyeringai untuk membuatnya takut. ”Hohoho, tidak perlu takut kucing manis. Aku tidak akan menyakiti kalian”. Tunggu, dia tidak akan menyakiti kami? Oh, dia atau mungkin mereka adalah raksasa yang baik. Raksasa itu berlutut dan meletakkan Sophia dan aku di telapak tanyannya, lalu mengangkatnya.
“Hai, gadis kecil, aku Gogo. Siapa namamu?” tanya raksasa itu pada Sophia. “Aku Sophia dan ini kucingku, Marlow”. Jawab Sophia dengan nada bersemangat. Dia selalu merasa senang ketika bertemu dengan teman baru, sekalipun teman yang dia temui adalah orang yang menyeramkan. “Senang bertemu denganmu Sophia dan kau juga kucing kecil”. Gogo tersenyum lebar memperlihatkan gigi-giginya yang besar. “Kau raksasa yang manis”. Ucap Sophia pada Gogo. Gogo memang raksasa yang manis dibalik parasnya yang menyeramkan. Dia mengajak kami berjalan-jalan menyusuri Ghoseus. Di sana para raksasa menjalani kehidupan mereka dengan riang gembira.
“Ngomong-ngomong, apa yang kalian lakukan di sini?” tanya Gogo pada kami berdua. Aku jelas tidak tahu jawabannya, lagi pula aku hanya mengikuti Sophia dan berakhir di sini. Aku melihat ke arah Sophia. Sepertinya dia juga bingung harus menjawab apa. Dia yang tiba-tiba berlari ke sini dan dia tidak tahu apa yang akan dilakukan. Setelah keheningan selama beberapa saat, akhirnya Sophia menjawab. “Emm, entahlah. Aku melompati pagar, berlari dengan sangat kencang, dan berakhir di sini”. Gogo tampak kebingungan denga jawaban yang Sophia berikan. Dia memiringkan kepalanya dan mengedipkan matanya. “Jadi, kau tidak punya tujuan?”. Tanya Gogo pada Sophia. “Ada. Tentu saja aku punya tujan”. Jawab Sophia dengan tegasnya. Sejujurnya aku ragu dengan jawabannya. Dia berlari ke sini tanpa tujuan, lalu dia bilang dia punya tujuan? Sangat membingungkan. “Lalu apa tujuanmu?” tanya Gogo penasaran. “Tujuanku, aku ingin melihat sungai, melihat bintang di atas bukit, dan bermian dengan biri-biri yang menggemaskan” bermain dengan biri-biri yang menggemaskan? Apa aku masih belum cukup menggemaskan untukmu Sophia? “Dan aku ingin punya banyak teman” sambungnya. Tidak heran jika Sophia berkata seperti itu, karna selama ini hanya aku yang menemaninya.
Gogo mengkerutkan dahinya dan setelah itu matanya terbuka lebar, seakan-akan dia paham dengan maksud Sophia. “Wow, sangat menarik” Gogo berkata sambil mendudukan kami di pundaknya. “Aku juga ingin sepertimu” sambung Gogo. Mata Sophia langsung berbinar-binar saat mendengar perkataan Gogo “Kau juga ingin bermain dengan biri-biri?” tanya Sophia dengan semangat. “Bukan, bukan, bukan bermain dengan biri-biri. Tapi aku ingin bebas, sama sepertimu” Gogo memperjelas penyataannya pada Sophia. “Bebas? Ya, benar sekali. Yang aku inginkan adalah kebebasan” ucap Sophia, setuju denga ucapan Gogo.
Kami menghabiskan waktu yang cukup lama di Ghoseus. Saat hari mulai sore kami berpamitan dengan Gogo dan keluar dari Ghoseus. Tapi, ini bukan jalan menuju kastil. Apa Sophia tidak ingat jalannya atau dia sengaja? Sebagai kucing yang baik aku hanya mengikuti kemanapun dia pergi. Kami mengikuti sungai yang mengalir denga tenang, suasananya sangat tenang dan menyenangkan. Selama ini aku belum pernah melihat sungai karna tidak ada sungai di dalam kastil. “Kau tahu, Marlow? Setelah keluar dari kastil rasanya aku tidak ingin pulang” ucap Sophia sambil melihat cerminan wajahnya di air. Aku bisa merasakan apa yang Sophia rasakan. Selama ini Sophia selalu ingin tahu dunia seperti yang mengelilinya, namun semua keingin tahuan itu terhalang karna Sophia tidak pernah boleh keluar dari kastil tua yang kami tinggali. Suasana menjadi hening, Sophia seperti sedang memikirkan sesuatu yang tidak ada jawabannya. Aku mengibas-ngibaskan ekorku ke wajahnya untuk mendapatkan perhatiannya “Hahaha, oh, Marlow” Sophia tertawa kecil, lalu menarikku dalam gendongannya. “Aku sangat senang karna kau menjadi temanku” aku juga sangat senang karna jadi teman Sophia. Kami banyak menghabiskan waktu bersama dan aku selalu ingin bersama dengan Sophia.
Kami duduk di tepi sungai, menikmati keheningan saat langit mulai gelap. Dercik air sungai dan suara burung-burung dari hutan menemani kami. Sesuatu muncul di langit, terlihat seperti bintang jatuh. “Lihat, bintang jatuh!” ucap Sophia sambil menunjuk bintang itu. Mata kami mengikuti kemana bintang itu jatuh. Cahayanya mulai redup saat pohon-pohon di hutan menutupi. “Ayo ikuti cahyanya sebelum menghilang” ucap Sophia. Lagi-lagi dia berlari secara tiba-tiba, sepertinya dia tidak memiliki rasa lelah. Mau tidak mau aku mengikuti Sophia yang berlari kencang ke arah hutan. Oh, Sophia, apa kau yakin? Di sana gelap gulita dan ada banyak hal menyeramkan. Kami berlari kucup lama mengikuti kemana bintang itu dan berakhir di tengah hutan. Namun anehnya saat kami mendekati bintang itu ada sesuatu yang berdiri, itu terlihat seperti kudah. Oh, tidak itu seekor rusa, dia memiliki sebuah tanduk. "Unicorn!" Sophia berteriak saat melihat unicorn itu. Aku benar-benar tidak percaya, selama ini aku kira hewan itu hanyalah sebuah fantasi. Unicorn itu terlihat sangat lemah, seolah-olah energinya sudah terkuras habis. "Apa kau baik-baik saja?" Sophia mendekati unicorn itu. Namun, unicorn itu ketakutan. Dia berusaha melawan dan berdiri, namun usahanya sia-sia. "Tidak perlu takut, aku temanmu" dengan perlahan Sophia memeluk unicorn itu. Tiba-tiba cahaya terang menyelimuti mereka dan ajaibnya unicorn itu mendapatkan kembali energinya. "Apa kau sudah merasa lebih baik?" unicorn itu mengangguk, menjawab pertanyaan Sophia. "Apa yang membuatmu berakhir di sini?" Sophia bertanya pada unicorn itu. "Hutan ini adalah rumahnya" seseorang menjawab pertanyaan Sophia. Dari kejauhan datang sebuah siluet wanita berjubah, itu adalah penyihir. Aku pernah bertemu dengannya, dia berbeda dengan penyihir yang lain. Dia baik hati dan suka menolong. "Senang bertemu denganmu lagi, Marlow" aku melompat ke arahnya saat dia menyapaku, hatiku sangat gembira. "Kau pasti Sophia" Sophia mengangguk dengan wajah kagum. "Marlow banyak bercerita tentangmu". "Tapi, Marlow tidak bisa berbicara" ucap Sophia dengan polosnya, meskipun itu memang benar. Sang penyihir tertawa kecil saat mendengar perkataan Sophia. "Itu memang benar. Tapi, aku bisa mendengar kata hatinya karna aku adalah penyihir". "Luar biasa" ucap Sophia terkagum-kagum. "Apa kau tidak ingin pulang, sayang? Ayah dan ibumu pasti menghawatirkanmu" tanya sang penyihir pada Sophia sambil mengusap-usap wajahnya. "Tidak, aku tidak ingin pulang. Aku suka di sini, aku bisa melihat bintang di atas bukit, bermain dengan teman-temanku, dan, dan aku rindu ayah dan ibu". Tiba-tiba raut wajah Sophia menjadi sedih. "Kau tahu? Unicorn ini juga rindu pada keluarganya, itu sebabnya dia kembali ke hutan ini karna hutan ini adalah rumahnya" sang penyihir menjelaskan pada Sophia. "Meskipun rumah yang kau tinggali bukanlah rumah impianmu, kau memiliki banyak orang yang merindukanmu". " Tapi mereka selalu mengurungku!" jelas Sophia pada penyihir. "Sophia, sekarang kau sudah tau dunia seperti apa yang mengelilingi kita. Mungkin, itu sebabnya mereka melarangmu. Dunia yang kau lihat saat ini sangat berbeda dengan apa yang mereka pikirkan. Jadi, saat kau pulang bisa memberitahu mereka semua keajaiban yang kau lihat". Sophia termenung setelah mendengar perkataan sang penyihir "Ayo kita pulang, Marlow" Sophia memutuskan untuk pulang ke kastil.
Kami pulang bersama, menunggangi unicorn dan sang penyihir mengikuti kami dengan sapu terbangnya. Perjalananku hari ini bersama Sophia mengajariku banyak hal. Pertama kami pergi ke Ghoseus dan bertemu dengan Gogo. Awalnya aku mengira bahwa Gogo adalah raksasa yang jahat, ternyata dia memiliki hati yang lembut di balik parasnya yang menyeramkan. Saat kami di sungai aku tahu apa arti kebersamaan. Pelukan Sophia benar-benar menghangatkan hatiku. Dan saat kami bertemu dengan penyihir, aku tersadar bahwa ada banyak orang yang menanti kita dan bagaimanapun rumahmu, kamu harus tetap kembali ke sana. Aku Marlow, menjadi seekor kucing tidak berarti aku tidak bisa mengerti tentang kehidupan.
Comments
Post a Comment